Berita TUMA, Highlight, News Update

Tarif PPh UMKM 2025: Harapan, Tantangan, dan Dampaknya bagi Pelaku Usaha Kecil

Jakarta, 15 September 2025 – Pemerintah Indonesia kembali menegaskan komitmennya mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Salah satu bentuk dukungan yang paling banyak diperbincangkan pelaku usaha adalah tarif Pajak Penghasilan (PPh) final bagi UMKM. Apa Itu PPh UMKM? Pajak Penghasilan (PPh) UMKM adalah kewajiban pajak yang dikenakan kepada pelaku…

Jakarta, 15 September 2025 – Pemerintah Indonesia kembali menegaskan komitmennya mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Salah satu bentuk dukungan yang paling banyak diperbincangkan pelaku usaha adalah tarif Pajak Penghasilan (PPh) final bagi UMKM.

Apa Itu PPh UMKM?

Pajak Penghasilan (PPh) UMKM adalah kewajiban pajak yang dikenakan kepada pelaku usaha dengan peredaran bruto atau omzet tertentu. Berbeda dengan mekanisme PPh normal yang memerlukan pencatatan dan pembukuan rumit, PPh UMKM hadir sebagai skema sederhana dengan tarif tetap berdasarkan omzet.

Dasar hukumnya tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018, yang menggantikan aturan sebelumnya di PP 46 Tahun 2013. Dalam aturan ini, pelaku UMKM dengan omzet sampai dengan Rp4,8 miliar per tahun dikenakan tarif final 0,5% dari omzet bruto.

Tujuan utamanya adalah:

  1. Menyederhanakan mekanisme pembayaran pajak.
  2. Mendorong kepatuhan pajak di kalangan UMKM.
  3. Memberikan keadilan dengan tarif ringan dibanding skema normal.

Ketentuan Tarif PPh UMKM 2025

Meski tarif 0,5% sudah berlaku sejak 2018, penting dipahami bahwa ada masa berlaku penggunaan tarif ini:

  • 7 tahun untuk Wajib Pajak Orang Pribadi.
  • 4 tahun untuk Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, CV, atau firma.
  • 3 tahun untuk Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT).

Artinya, setelah periode tersebut berakhir, wajib pajak UMKM harus beralih ke skema pajak umum dengan pembukuan yang lebih rinci.

Selain itu, tarif ini hanya berlaku untuk omzet hingga Rp4,8 miliar per tahun. Bila omzet melampaui batas tersebut, otomatis pelaku usaha dikenakan tarif normal sesuai ketentuan PPh badan atau orang pribadi.

Mengapa Tarif 0,5% Penting?

Bagi UMKM, tarif 0,5% dianggap sebagai penyelamat. Banyak pelaku usaha kecil yang tidak memiliki kemampuan administrasi maupun tenaga akuntan profesional. Dengan sistem ini, mereka hanya perlu menghitung omzet bruto dan membayar sesuai tarif yang berlaku.

Bagi pemerintah, kebijakan ini menjadi jalan tengah: negara tetap memperoleh penerimaan pajak, namun tanpa memberatkan UMKM.

Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM menyumbang lebih dari 60% terhadap PDB nasional dan menyerap 97% tenaga kerja. Angka ini menjadikan sektor UMKM sebagai prioritas kebijakan fiskal, termasuk soal pajak.

Dampak Positif PPh UMKM

  1. Mempermudah Administrasi
    UMKM tidak perlu repot menyusun laporan keuangan kompleks. Dengan tarif final, pembayaran lebih sederhana.
  2. Meningkatkan Kepatuhan
    Kesederhanaan aturan mendorong lebih banyak UMKM untuk masuk ke sistem pajak formal.
  3. Mendorong Akses Pembiayaan
    UMKM yang tercatat dalam sistem pajak lebih mudah mendapatkan pinjaman bank atau investor.
  4. Meningkatkan Penerimaan Negara
    Meski tarif kecil, jumlah UMKM yang besar membuat penerimaan pajak tetap signifikan.

Tantangan di Lapangan

Meski terlihat sederhana, implementasi PPh UMKM tidak lepas dari kendala.

  • Kurangnya Edukasi
    Banyak pelaku UMKM belum memahami kewajiban pajak mereka. Sosialisasi masih terbatas, terutama di daerah.
  • Kesulitan Teknologi
    Sistem pembayaran pajak online (e-filing, e-billing) kadang menyulitkan pelaku UMKM yang belum melek digital.
  • Batas Omzet Rp4,8 Miliar
    Sebagian pengusaha menilai batasan ini sudah tidak relevan dengan perkembangan ekonomi dan inflasi.
  • Ketakutan Formalitas
    Beberapa UMKM enggan masuk sistem pajak karena takut terbebani administrasi tambahan.

Pandangan Pemerintah

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa tarif 0,5% masih relevan di tahun 2025. Namun, pemerintah terbuka untuk melakukan evaluasi, terutama terkait batasan omzet dan masa berlaku tarif.

“Kami ingin memastikan tarif PPh UMKM tetap menjadi insentif yang adil, tidak hanya meringankan pelaku usaha kecil tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi penerimaan negara,” ujar seorang pejabat DJP.

Pandangan Akademisi

Sejumlah ekonom menilai bahwa tarif 0,5% cukup efektif, tetapi harus diiringi dengan pendampingan akuntansi dan literasi digital. Tanpa itu, UMKM berisiko hanya menjadi pembayar pajak tanpa memperoleh manfaat maksimal.

Mereka juga menekankan perlunya kebijakan transisi ketika UMKM beralih ke skema pajak normal setelah masa berlaku habis, agar tidak mengagetkan pelaku usaha.

Pandangan Pelaku UMKM

Banyak pelaku UMKM mengaku terbantu dengan tarif ini, tetapi ada juga yang mengkritisi.

“Tarif 0,5% terasa ringan, tapi kalau margin usaha kecil, tetap terasa berat,” ujar Rina, pemilik usaha kuliner di Bandung.

Sementara itu, pelaku usaha lain mengusulkan agar tarif bisa diturunkan menjadi 0,25% di tahun-tahun awal usaha, sehingga pelaku baru lebih termotivasi untuk masuk ke sistem formal.

Perbandingan dengan Negara Lain

Jika dibandingkan, tarif PPh UMKM di Indonesia relatif kompetitif:

  • Malaysia: pajak UMKM 17% dari laba kena pajak.
  • Singapura: skema pembebasan pajak sebagian untuk UMKM baru.
  • Filipina: pajak UMKM berkisar 20% dari laba bersih.

Artinya, Indonesia termasuk negara yang memberikan tarif paling ringan, meskipun dengan catatan masa berlaku terbatas.

Masa Depan Tarif PPh UMKM

Melihat kondisi ekonomi yang dinamis, kemungkinan besar tarif PPh UMKM akan terus dievaluasi. Ada tiga skenario yang sering dibicarakan:

  1. Memperpanjang masa berlaku tarif 0,5%.
  2. Menaikkan batas omzet lebih dari Rp4,8 miliar.
  3. Membuat tarif progresif sesuai kemampuan usaha.

Kesimpulan

Tarif PPh UMKM 0,5% telah membantu jutaan pelaku usaha kecil di Indonesia. Meski begitu, tantangan seperti edukasi, keterbatasan digital, hingga batasan omzet perlu segera ditangani.

Kebijakan ini bukan hanya soal penerimaan negara, melainkan tentang bagaimana UMKM bisa naik kelas, masuk ke sistem formal, dan berkontribusi lebih besar bagi perekonomian nasional. Seiring dengan perkembangan teknologi, globalisasi, dan tantangan ekonomi pascapandemi, tarif PPh UMKM akan tetap menjadi isu penting yang menyatukan kepentingan pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat luas.

Siap Bermitra?

Wujudkan Talenta Unggul Bersama Jasa Outsourcing Terpercaya!

Kami berkomitmen menghadirkan talenta berkualitas dengan perpaduan hard skill dan soft skill terbaik, demi mendukung kinerja dan pertumbuhan bisnis Anda.

Hubungi Kami