Startup di Indonesia pernah menjadi magnet bagi talenta muda. Tawaran gaji tinggi, suasana kerja dinamis, dan kesempatan membangun sesuatu yang “berdampak” membuat ribuan profesional rela meninggalkan perusahaan mapan demi bergabung ke startup. Namun, memasuki 2025, tren itu mulai bergeser. Sejumlah laporan terbaru menunjukkan bahwa gaji pekerja startup, khususnya di level junior hingga menengah, mulai mengalami penurunan.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah era keemasan gaji startup sudah berakhir? Artikel ini akan mengulas penyebab penurunan, dampaknya bagi pekerja dan perusahaan, serta strategi yang dapat ditempuh untuk menjaga daya saing talenta di ekosistem startup Indonesia.
Kilas Balik: Kejayaan Gaji Startup di Indonesia
Di periode 2018–2021, dunia startup Indonesia berada dalam fase booming. Banyak unicorn baru lahir, pendanaan deras masuk dari investor global, dan gaji yang ditawarkan pun sering kali lebih tinggi dibanding perusahaan konvensional.
Contoh:
- Posisi Software Engineer Junior bisa digaji Rp12–15 juta per bulan, jauh di atas rata-rata gaji entry level nasional.
- Posisi UI/UX Designer mencapai Rp10–12 juta.
- Digital Marketing Specialist bisa menyentuh Rp9–11 juta.
Bagi banyak fresh graduate, bekerja di startup adalah jalan pintas menuju kesejahteraan finansial yang lebih cepat.
Tren 2023–2025: Penurunan Gaji dan Efisiensi
Memasuki 2023–2025, lanskap mulai berubah. Beberapa startup besar melakukan efisiensi, bahkan PHK massal. Laporan Glints dan Liputan6 menyebutkan adanya penurunan gaji di sejumlah bidang, terutama:
- Level entry (fresh graduate, junior engineer, content creator).
- Middle management yang posisinya rentan tergantikan oleh otomasi dan AI.
Sementara itu, posisi yang masih stabil atau bahkan naik gajinya justru berada di bidang:
- Data & AI (Data Scientist, AI Engineer).
- Cybersecurity.
- Business Development (BD) & Sales.
- UI/UX Senior.
Dengan kata lain, startup kini lebih berhati-hati dalam membayar mahal, kecuali untuk posisi yang betul-betul krusial.
Penyebab Utama Penurunan Gaji Startup
Ada beberapa faktor kunci yang menyebabkan tren penurunan ini:
- Tekanan Investor
Investor kini lebih ketat menuntut profitabilitas dibanding sekadar pertumbuhan pengguna. Akibatnya, startup harus menekan biaya operasional, termasuk gaji. - Overhiring di Masa Lalu
Banyak startup melakukan perekrutan besar-besaran di masa booming, tanpa memperhitungkan sustainability. Saat pendanaan ketat, mereka harus memangkas gaji atau jumlah karyawan. - Otomasi & AI
Tugas-tugas entry level seperti content writing dasar, admin data, dan customer service banyak digantikan AI. Permintaan untuk posisi ini turun, dan otomatis gajinya ikut tertekan. - Kondisi Ekonomi Global
Perlambatan ekonomi dunia membuat pendanaan startup menurun drastis. Beberapa startup harus melakukan restrukturisasi keuangan. - Perubahan Ekspektasi Karyawan
Generasi muda kini tidak hanya mengejar gaji. Faktor seperti work-life balance, fleksibilitas kerja, dan kesempatan belajar juga ikut memengaruhi dinamika kompensasi.
Dampak ke Pekerja
Penurunan gaji di startup membawa dampak nyata:
- Daya Tarik Menurun
Startup yang dulu dianggap sebagai “surga gaji” kini tidak lagi jadi pilihan utama bagi banyak talenta. - Job Hopping Meningkat
Karyawan mudah pindah ke perusahaan mapan atau luar negeri yang menawarkan kompensasi lebih stabil. - Meningkatnya Gig Economy
Banyak pekerja muda memilih jalur freelance, remote, atau proyek jangka pendek dibanding terikat kontrak di startup.
Dampak ke Startup
Bagi perusahaan, penurunan gaji bukan berarti tanpa konsekuensi:
- Kesulitan Menarik Talenta Terbaik
Startup harus bersaing dengan perusahaan multinasional yang masih bisa menawarkan gaji tinggi. - Retensi Rendah
Jika kompensasi tidak kompetitif, turnover meningkat. - Inovasi Terganggu
Kurangnya talenta berkualitas bisa memperlambat pengembangan produk.
Strategi Solusi untuk Startup
Agar tetap kompetitif, startup tidak bisa hanya mengandalkan gaji. Beberapa strategi yang mulai diterapkan antara lain:
- Kompensasi Non-Gaji
- Opsi saham (ESOP).
- Asuransi kesehatan komprehensif.
- Tunjangan remote work.
- Work-Life Balance
- Fleksibilitas jam kerja.
- Hybrid atau full remote.
- Cuti tambahan.
- Pengembangan Karier
- Program mentorship.
- Pelatihan & sertifikasi gratis.
- Kesempatan rotasi lintas divisi.
- Budaya Kerja yang Kuat
- Transparansi.
- Inklusivitas.
- Lingkungan kerja yang mendukung pertumbuhan individu.
Perspektif Pekerja
- Fresh Graduate: “Dulu saya kira kerja di startup pasti gajinya tinggi. Sekarang, lebih mikir ke kestabilan dan benefit non-gaji.”
- Senior Engineer: “Untuk posisi strategis, gaji masih bagus. Tapi jelas lebih ketat, tidak semudah 5 tahun lalu.”
Analisis: Apakah Gaji Akan Pulih?
Dalam jangka pendek (1–2 tahun), gaji startup kemungkinan tidak akan kembali ke level “overpriced” seperti era 2018–2021. Namun, untuk posisi krusial di bidang AI, data, dan bisnis, gaji masih akan kompetitif.
Dalam jangka panjang, ekosistem startup Indonesia diprediksi akan lebih sehat. Gaji akan lebih realistis, selaras dengan kemampuan perusahaan, dan talenta akan menilai perusahaan secara lebih menyeluruh, bukan hanya dari nominal gaji.
Kesimpulan
Era gaji tinggi di startup memang mulai meredup, tetapi bukan berarti kesempatan habis. Justru, ini menjadi fase maturity bagi ekosistem startup Indonesia. Perusahaan kini ditantang untuk mencari formula kompensasi yang berimbang, sementara pekerja perlu lebih adaptif dengan skill baru yang relevan dengan tren industri.
Dengan keseimbangan itu, dunia startup Indonesia akan tetap menarik—meski bukan lagi semata-mata karena gaji yang fantastis, melainkan karena peluang untuk tumbuh bersama, membangun inovasi, dan memberi dampak nyata.